PERMASALAHAN
DEMOKRASI DI INDONESIA
1. MASALAH SISTEM DEMOKRASI DI INDONESIA
Demokrasi dipandang sebagai sebagai
sesuatu yang penting karena nilai-nilai yang dikandungnya sangat diperlukan
sebagai acuan untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.
Demokrasi merupakan alat yang dapat digunakan untuk mewujudkan kebaikan
bersama, atau masyarakat dan pemerintahan yang baik (good society and good
government). Kebaikan dari sistem demokrasi adalah kekuasaan pemerintah
berasal dari rakyat, baik secara langsung maupun perwakilan. Secara teoritis,
peluang terlaksananya partisipasi politik dan partisipasi warga negara dari
seluruh lapisan masyarakat terbuka lebar. Masyarakat juga dapat melakukan
kontrol sosial terhadap pelaksanaan pemerintahan karena posisi masyarakat
adalah sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.
Namun dalam praktek atau pelaksanaan
demokrasi khususnya di Indonesia, tidak berjalan sesuai dengan teori yang ada.
Demokrasi yang dilaksanakan di Indonesia belum mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat
secara menyeluruh. Partisipasi warga negara dalam bidang politik pun belum
terlaksana sepenuhnya. Untuk memaparkan lebih lanjut, permasalahan demokrasi
yang ada perlu dikelompokkan lagi menjadi tiga hal, yaitu dari segi teknis atau
prosedur, etika politik, serta sistem demokrasi secara keseluruhan.
Dari segi teknis atau prosedur,
demokrasi di Indonesia sesungguhnya sudah terlaksana. Hal ini dapat dibuktikan
dengan terlaksananya pemilu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
1997, 1999, 2004 dan 2009 untuk pemilihan calon legislatif (Pileg) dan
pemilihan calon presiden dan wakil presiden (Pilpres). Bahkan, pemilu Indonesia
tahun 1999 mendapat apresiasi dari dunia internasional sebagai Pemilu pertama
di era Reformasi yang telah berlangsung secara aman, tertib, jujur, adil, dan
dipandang memenuhi standar demokrasi global dengan tingkat partisipasi politik
ketika itu adalah 92,7%.
Namun sesungguhnya pemilu 1999 yang
dipandang baik ini mengalami penurunan partisipasi politik dari pemilu
sebelumnya yaitu tahun 1997 yang mencapai 96,6 %. Tingkat partisipasi ppolitik
di tahun berikutnya pun mengalami penurunan, dimana pada pemilu tahun 2004,
tingkat partisipasi politik mencapai 84,1 % untuk pemilu Legislatif, dan 78,2 %
untuk Pilpres. Kemudian pada pemilu 2009, tingkat partisipasi politik mencapai
10,9 % untuk pemilu Legislatif dan 71,7 % untuk Pilpres.
Menurunnya angka partisipasi politik di
Indonesia dalam pelaksanaan pemilu ini berbanding terbalik dengan angka golput
(golongan putih) yang semakin meningkat. Tingginya angka golput ini menunjukkan
apatisme dari masyarakat di tengah pesta demokrasi, karena sesungguhnya pemilu
merupakan wahana bagi warga negara untuk menggunakan hak pilihnya dalam memilih
orang-orang yang dianggap layak untuk mewakili masyarakat, baik yang akan duduk
di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), maupun
Presiden dan Wakil Presiden.
Hak untuk memilih atau mengemukakan
pendapat tergolong sebagai Hak Asasi Manusia yang pelaksanaannya dijamin dalam
UUD 1945 Pasal 28E ayat (3). Tingginya angka golput mungkin berasal dari
pandangan masyarakat yang memandang bahwa hak asai manusia merupakan suatu
kebebasan, yang dalam hal ini adalah kebebasan untuk menggunakan hak pilihnya
ataupun tidak. Memang tidak ada aturan atau hukum yang menjerat bagi
orang-orang yang tidak turut serta berpartisipasi politik dalam pemilu, namun
apabila terus dibiarkan angka golput terus meningkat. Hal ini menimbulkan
kekhawatiran terhadap demokrasi Indonesia yang akan semakin tidak berkualitas
akibat rendahnya partisipasi dari para warganya.
Yang kedua adalah demokrasi dipandang
dari segi etika politiknya. Secara subtantif pengertian etika politik
tidak dapat dipisahkan dengan subyek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh
karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini
berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia
sebagai subyek etika. Walaupun dalam konteks politik berkaitan erat dengan
masyarakat, bangsa dan negara, Etika politik tetap meletakkan dasar fundamental
manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa
kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang
beradab dan berbudaya.
2.
FAKTOR PERUSAK DEMOKRASI
Ada empat kelompok atau faktor yang
berusaha untuk mengalahkan kita (dalam upaya demokratisasi suatu negara).
1. Pertama,
mereka yang percaya terhadap kekuasaan otoriter yang mampu menumbuhkan keamanan
suatu negara.
2. Kedua,
kelompok elit yang korup. Yang ingin membajak sistem dengan tujuan menguasai
seluruh kekuasaan negara atas dasar kekayaan dan keistimewaan.
3. Ketiga,
ada kelompok ekstrimis. Beberapa dari mereka amat keras, tetapi sebagian besar
adalah pihak yang ingin memaksakan pendapat bahwa ekstrimisme terkait dengan
Islam.
4. Keempat
bagi Cameron yang dapat merusak demokrasi adalah kelompok suku yang tidak bisa
menerima perubahan. Mereka juga tidak bisa menerima pembauran dari berbagai
suku dan etnis.
DAFTAR
PUSTAKA
http://international.okezone.com/read/2012/04/12/411/610175/4-pihak-perusak-visi-demokrasi-di-mata-pm-inggris
Tidak ada komentar:
Posting Komentar